January 26, 2008

Radit dan Jani : Love, Seks, Drugs and Money

Kamis kemarin saya sengaja nyediain untuk nonton film Indonesia baru yang ditulis dan disutradarai Upi (30 hari mencari cinta dan Cerita Yogyakarta dalam Perempuan Punya Cerita), Radit dan Jani.

Polaroid_800x600Tidak ada ekspektasi apapun dalam benak saya ketika berniat nonton film ini (ini karena beberapa film indonesia yang baru tayang di bioskop sangat menyedihkan hasilnya), hanya saja saya tertarik dengan tagline dari film ini, Brutally Romantic. Saya hanya ingin melihat bagaimana sebenarnya wujud dari film romantis yang brutal, romantis karena film ini memang dibangun dari cerita cinta yang terjadi antara pasangan muda, Radit (Vino G. Bastian) dan Anjani atau Jani (Fahrani). Sebenarnya cerita cinta yang menjadi pondasi film ini sangat biasa atau bisa dibilang cerita cinta klasik. Akan tetapi, film ini memiliki sudut pandang yang berbeda dan memiliki aspek-aspek penceritaan yang berbeda, yaitu seks, drugs and money.

Meskipun tidak terlalu vulgar dari segi gambar, kisah cinta Radit dan Jani yang sangat liar, membawa mereka pada jalinan cinta yang menggebu dan penuh hasrat. Seks bukan lagi menjadi hal yang tabu untuk diumbar, mengingat di dalam film ini mereka diceritakan adalah pasangan muda yang telah menikah dan Jani memilih untuk tinggal dengan Radit meskipun dia harus keluar dari rumah karea orang tuanya tidak menyetujui, di sinilah letak keklasikan cerita cinta Radit dan Jani. Hal ini juga memang perlu diwujudkan dalam gambar karena kehidupan mereka sangat liar, mereka menjalani kehidupan yang tidak biasa dalam tataran normatif kita (indonesia), mencuri barang dari minimarket, nyolong telepon genggam dan mencuri di rumah orang tua mereka sendiri menjadi bagian menarik dari keseharian mereka.

Cerita menjadi semakin kompleks, karena Radit adalah seorang musisi idealis yangRaditdanjani12fotobyeriek_dokifi rela kelaparan demi menjaga keidelisannya ditambah dia juga seorang drug addict. Jani berusaha sekuat tenaga untuk bisa membuat Radit mengubah kebiasaanya itu tapi lagi-lagi dia tidak berhasil karena dia terlalu mencintai Radit. Menurut saya pribadi di sinilah letak salah satu perbedaan film ini dengan film cinta lainnya, mencintai seseorang tanpa syarat bukan berarti merelakan pasangan kita untuk semakin tenggelam dalam kuburan yang dia gali sendiri. Pesan moral ini memang digambarkan dengan kenyataan yang sebaliknya, di salah satu adegan, digambarkan ketika Jani berusaha membuat Radit lepas dari narkoba dengan cara membiarkannya sakauw di dalam kamar dan menguncinya dari luar. Tapi Jani akhirnya menyerah karena mendengar rintihan Radit yang kesakitan.

Lagi-lagi uang harus ditempat di antara kesetian dan cinta yang sudaj terjalin begitu kuat, nyatanya hal ini juga menjadi isu yang diangkat di dalam film ini. Di dalam hingar-bingar kehidupan yang serba konsumtif, uang adalah barang yang paling realistis dan harus menjadi pelengkap utama dalam hidup, cinta saja tidak cukup!. Cinta tidak akan membuat kita kenyang dan hidup nyaman, meskipun kenyamanan hidup memang bisa kita ciptakan dalam pikiran kita, hal inilah yang membuat Jani memilih hidup dengan Radit dan pada kenyataannya dia percaya bahwa dia bahagia dengan kehidupannya.

Cerita dalam film ini berjalan lambat, mungkin dengan cara ini kita bisa merasakan emosi yang coba dibangun si sutradara. Kita diajak untuk merasakan emosi yang digambarkan dalam setiap adeannya, tetapi menurut saya pribadi kemungkinan itu akan lebih bisa didapat apabila jalan ceritanya diperlambat sedikit lagi. Memang hal ini akan menyulitkan karena pada saat saya menonton ini banyak komentar-komentar dari penonton-penonton di sebelah saya yang malah mengeluh bosan. Selain itu, mungkin penceritaan semacam ini tergolong baru di Indonesia setelah sebelumnya dipenuhi film-film kurang bagus dan hanya menghibur (saya merasa lebih terhibur nonton film ini).

Menjelang akhir film ini saya tiba-tiba saja teringat beberapa film luar yang kurang lebih memiliki kemiripan tema cerita, yaitu L' Enfant (The Child) film yang menang Palm d' Or 2005), disutradari oleh Jean-Pierre Dardanne dan Luc Dardenne,serta Broken (2006) karya Alan White. Yang ingin saya maksudkan, bahwa film ini memang bercita rasa barat meski dibuat di Indonesia, meskipun diceritakan begitu realistis dengan latar masyarakat urban, tetap saja kultur yang ditampilkan kurang mewakili kultur Indonesia.

Lepas dari semua ini saya rasa film ini memang patut ditonton karena film brutally romantic ini memberi warna baru dalam perfilman indonesia, sama seperti film-film yang ditulis upi sebelumnya.

Radit_dan_jani_posterpreview Jenis Film DRAMA
Pemain VINO G. BASTIAN, FAHRANI, MARRIO MERDHITIA,
NUNGKI KUSUMASTUTI, JOSHUA PANDELAKI
Sutradara UPI
Penulis UPI
Produser ADIYANTO SUMARJONO
Produksi INVESTASI FILM INDONESIA
Homepage http://www.raditdanjani.com
Trailer http://www.youtube.com/watch?v=qm_uifzaiik
Durasi 110 MIN