November 28, 2007

i'm talking about my self

Aku hanyalah sebatang kayu yang hanyut
dan ikut dalam alir sungai
menuju ke sebuah muara yang entah
akan berkahir dimana...
mungkin kematian....?

Bersamanya sedikit demi sedikit
kulitku tercabik, terberai, terhempas
ke bebatuan.
didampingi riak dan buih-buih
aku mencoba tetap bertahan
dan kian sadar bahwa aku
hanya sebatang kayu yang rapuh
tak lagi punya reranting dan dedaun,
Aku hanya sebatang kayu
yang ingin berjumpa mentari
di garis batas sebelah barat
antara siang dan malam...

Dan kan kulanjutkan pagi ini
dengan repih bintang yang berhasil kau selamatkan dari maut
tuhan...

...aku adalah bandul ayunan, dikarati, dikuasai, dihujan-teriki musim...

a cup of double espresso



Beberapa waktu yang lalu seorang teman bilang bahwa saya adalah orang yang "kepahitan" dan hal-hal yang menyakitkan. Pernyataan itu muncul ketika kita sedang santai-santai duduk di sebuah kafe yang ada di kampus sembari menikmati kopi, saat itu saya memesan double espresso (minuman yang paling sering saya pesan selain cappuccino dan Americano, tentu saja tanpa gula!). Tidak hanya itu, katanya, alasan lain adalah saya sering merekomendasikan film-film yang bertema tentang dua hal tersebut, kepahitan serta kesakitan dalam hidup. Saya sendiri ketika itu hanya ingin mendengar penjelasannya dan tidak berkomentar apa-apa.

Tentang hal ini, jujur saja, saya juga sempat berpikir demikian (lepas dari saya menang gemar minum kopi pahit atau dengan sedikit gula). Beberapa kali saya bertanya pada diri saya sendiri, apakah selama ini saya terlalu naif ketika menghadapi masalah dalam hidup ini ataukah saya telah bersikap begitu jujur sehingga kesedihan itu muncul begitu saja tanpa terkontrol ?. Saya menjawab pertanyaan ini dengan gamang, kadang saya berpikir bahwa saya memang naif tapi terkadang saya juga merasa bahwa saya hanya ingin jujur pada diri sendiri karena sudah terlalu banyak kebohongan yang tercipta demi sekedar menghibur diri. Kemudian, masalah selanjutnya muncul yaitu terkadang saya terlalu lama larut dalam kesedihan ataupun kesakitan itu. Orang bilang, "terkadang kita perlu untuk menghayati kesedihan atau kesakitan untuk bisa memahami arti kegembiraan, di dalamnya kita akan menemukan sebuah jawaban dan kejujuran yang teramat polos tanpa tertutupi oleh sesuatu pun". Saya tidak hendak membenarkan hal ini, hanya saja terkadang hal ini benar adanya, bahwa pada prosesnya, tidak jarang saya menemukan sesuatu untuk saya pelajari lebih mendalam. Apa yang saya peroleh ini lalu saya tuliskan dalam coretan-coretan cerita saya sehingga banyak dari coretan itu mengandung hal-hal yang tidak juga jauh dari tema-tema tersebut, setidaknya begitu teman-teman saya menilai tulisan saya. Dan pada akhirnya saya hanya bisa berasumsi bahwa teman minum kopi saya itu benar menilai saya karena mungkin secara tidak sadar citra yang meliputi diri saya adalah demikian, sepahit double espresso yang dia coba minum sesruput dan kemudian berkata cukup serta dilanjutkan dengan komentar pribadinya tentang diri saya.