January 27, 2008

Masyarakat yang Meng-Aborsi*

Sadar atau tidak, stigma negatif akan langsung kita sangkutkan kepada perempuan yang melakukan aborsi (abortus provocatus ), bahwa perempuan tersebut tidak bermoral, tidak beragama, tidak beradab, pendosa dan label-label buruk yang lain.

Tapi apakah kita pernah bertanya pada diri kita sendiri, apa yang akan kita lakukan jika kita berada pada posisi mereka (perempuan yang memutuskan melakukan aborsi) ?. Jawaban yang akan keluar mungkin adalah kita selalu memiliki pilihan untuk tidak melakukan aborsi. Ironisnya, masyarakat cenderung tidak memberi pilihan, apalagi bagi perempuan yang hamil di luar nikah atau bahkan korban permerkosaan. Hakim-hakim moral akan bermunculan dan menjustifikasi perempuan-perempuan ini dengan berbagai macan julukan atau cap.

Sebenarnya banyak sekali alasan bagi seorang perempuan untuk melakukan aborsi. Diantaranya adalah (1) alasan kesehatan, di mana ibu tidak cukup sehat untuk hamil, (2) alasan psikososial, di mana ibu sendiri sudah enggan/tidak mau untuk punya anak lagi, (3) kehamilan di luar nikah, (4) masalah ekonomi, menambah anak berarti akan menambah beban ekonomi keluarga, (5) masalah sosial, misalnya khawatir adanya penyakit turunan, janin cacat, (6) kehamilan yang terjadi akibat perkosaan atau akibat incest (hubungan antar keluarga).

Dari keenam alasan yang telah dipaparkan tersebut, setidaknya ada lima alasan yang memiliki hubungan kausalitas dengan keadaan sosial masyarakat kita. Pada kenyataannya memang sebagian besar para pelaku aborsi ini tidak sanggup menerima beban yang begitu berat ketika lingkungan sosialnya tidak bisa menerima mereka. Terutama bagi anak muda, tekanan sosial bagi mereka terasa begitu berat, baik dari teman, guru, atau orang tua. Banyak sekali kisah sedih yang menjadi bagian hidup mereka, di satu sisi mereka ingin mempertahankan kandungan mereka dan di sisi lain mereka harus memutuskan untuk tidak mempertahankan karena mereka sadar bahwa mereka tidak akan mendapat kesempatan kedua dari masyarakat yang kadung berpikiran bahwa mereka adalah produk-produk pergaulan bebas.

Lantas apakah yang harus dilakukan untuk mendorong sikap antiaborsi ?. Pertama, merubah persepsi masyarakat tentang kehamilan di luar nikah. Hal ini dirasa sangat perlu karena wacana yang berkembang tentang kehamilan di luar nikah sangat tidak memihak dan cenderung jauh dari humanitas. Perempuan yang hamil di luar nikah biasanya tidak bisa mendapatkan hak-hak sosialnya secara penuh dan pintu-pintu kesempatan mereka untuk melakukan hal yang lebih baik dengan kejam ditutup begitu saja, seperti yang sudah terjadi selama ini. Sebagai contoh, apabila ada seorang siswi sekolah yang hamil di luar nikah dan sekolah tersebut mengetahui, secara otomatis mereka akan langsung dikeluarkan. Peristiwa semacam ini hanya akan menambah bebas psikologis mereka yang hamil di luar nikah dan dapat mendorong mereka untuk mencari jalan keluar yang instant yaitu aborsi.

Kedua, memberi pendidikan seks yang memadai dan represntatif. Pergaulan remaja sekarang ini, seks bukanlah hal yang asing. Kita tidak bisa menutup mata dan telinga atau berlaku bahwa pola pergaulan semacam ini tidak ada. Perkembangan teknologi yang pesat, seperti internet atau yang lainnya, memberi kemudahan akses penyaluran keingintahuan mereka terhadap seks yang masih dibicarakan dengan malu-malu oleh masyarakat kita. Mungkin yang paling efektif adalah menyarankan penggunaan kondom atau alat kontrasepsi lainnya agar angka kehaliman yang “tidak dikehendaki” dapat ditekan seminimal mungkin.

Ketiga, mengedukasi masyarakat tentang bahaya atau efek-efek negatif yang akan didapat setelah melakukan aborsi sebagai shock teraphy. Secara medis aborsi dapat menyebabkan, terjadinya perforasi (pelubangan) dinding uterus, yang dapat menjurus ke rongga peritoneum (selaput perut), ke ligamentum latum atau ke kandung kencing. Bahaya perforasi ialah perdarahan dan peritonitis (radang selaput perut). Infeksi kandungan yang terjadi dapat menyebar ke seluruh peredaran darah, sehingga menyebabkan kematian, infeksi pada saluran telur. Akibatnya, sangat mungkin tidak bisa terjadi kehamilan lagi. Selain itu, Aborsi menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana adalah tindakan kriminal di Indonesia. Pasal-pasal KUHP yang mengatur hal ini adalah pasal 229, 341, 342, 343, 346, 347, 348, dan 349.

Keempat. Memberikan pondasi keagamaan ajaran moral yang kuat agar di masa yang akan datang, para remaja tidak mudah terjerumus ke dalam pergaulan bebas atau paling tidak mereka dapat menutuskan mana yang baik dan mana yang buruk bagi kehidupan mereka. Serta, menyiapkan mental mereka agar tidak memilih jalan yang instant untuk menyelesaikan masalah. Melakukan aborsi tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan akan berakibat sebaliknya, rasa sesal akan menghantui seumur hidup karena tidak hanya satu kesalahan yang telah dilakukan. Dan yang perlu diingat, bahwa aborsi sama dengan membunuh! Lebih-lebih jika dilandasi oleh rasa malu dan takut kehilangan posisi social tertentu.


*Tulisan ini adalah tugas salah satu matakuliah yang saya ikuti semester yang lalu